Bagi Weber, dunia terwujud karena tindakan sosial. Manusia melakukan sesuatu karena mereka memutuskan untuk melakukannya dan ditujukan untuk mencapai apa yang mereka inginkan/kehendaki. Setelah memilih sasaran, mereka memperhitungkan keadaan, kemudian memilih tindakan.
Sosiolog juga manusia, mengapresiasi lingkungan sosial di mana mereka berada, memperhatikan tujuan-tujuan warga masyarakat yang bersangkutan dan oleh sebab itu berupaya memahami tindakan mereka.
Perhatian Webber pada teori-teori tindakan berorientasi tujuan dan motivasi pelaku, tidak berarti bahwa ia hanya tertarik pada kelompok kecil, dalam hal ini interaksi spesifik antar individu. Berbeda dengan Marx dan Durkheim yang memandang tugas mereka adalah mengungkapkan kecenderungan-kecenderungan dalam kehidupan sosial manusia dan lebih mengarah pada fungsionalisme dalam kehidupan masyarakat. Weber tidak sejalan dengan pandangan tersebut. Namun sama halnya dengan Marx, Weber juga memperhatikan lintasan besar sejarah dan perubahan sosial. Dan yakin bahwa cara terbaik untuk memahami berbagai masyarakat adalah menghargai bentuk-bentuk tipikal tindakan yang menjadi ciri khasnya.
Weber berpendapat bahwa anda bisa membandingkan struktur beberapa masyarakat dengan memahami alasan-alasan mengapa warga masyarakat tersebut bertindak, kejadian historis (masa lalu) yang memengaruhi karakter mereka, dan memahami tindakan para pelakunya yang hidup di masa kini, tetapi tidak munngkin menggeneralisasi semua masyarakat atau semua struktur sosial.
Weber memusatkan perhatiannya pada tindakan yang jelas-jelas melibatkan campur tangan proses pemikiran (dan tindakan bermakna yang ditimbulkan olehnya) antara terjadinya stimulus(pemacu, penggerak) dengan respon (reaksi). Baginya tugas analisis sosiologi terdiri dari “penafsiran tindakan menurut makna subjektifnya” (Weber, 1921/1968: 8).
Dalam teori tindakannya, tujuan Weber tak lain adalah memfokuskan perhatian pada individu, pola dan reuglaritas tindakan, dan bukan pada kolektivitas.
“Tindakan dalam pegertian orientasi perilaku yang dapat dipahami secara subjektif hanya hadir sebagai perilaku seorang atau beberapa orang manusia individual”(Weber, 1921/1968: 8).
Tipe-tipe Tindakan :
Weber menggunakan metodologi tipe idealnya untuk menjelaskan makna tindakan,dan mengklasifikasinya menjadi empat tipe tindakan dasar, yang dibedakan dalam konteks motif para pelakunya:
- Tindakan Rasionalitas Sarana-Tujuan/Instrumental (beroreintasi tujuan/penggunaan)
Tindakan “yang ditentukan oleh harapan terhadap perilaku objek dalam lingkungan dan perilaku manusia lain; harapan-harapan ini digunakan sebagai ‘syarat’ atau ‘sarana’ untuk mencapai tujuan-tujuan aktor lewat upaya dan perhitungan yang rasional” (Weber, 1921/1968: 24).
Ex : Tindakan ini paling efisien untuk mencapai tujuan ini, dan inilah cara terbaik untuk mencapainya.
- Tindakan Rasionalitas Nilai (berorientasi nilai)
Tindakan “yang ditentukan oleh keyakinan penuh kesadaran akan nilai perilaku-perilaku etis, estetis, religius atau bentuk perilaku lain, yang terlepas dari prospek keberhasilannya” (Weber, 1921/1968;24-25).
Ex : Yang saya tahu hanya melakukan ini.
- Tindakan Afektif
Tindakan yang ditentukan oleh kondisi emosi aktor. Tindakan ini hanya mendapat sedikit perhatian dari Weber.
Ex : Apa boleh buat maka saya lakukan.
- Tindakan Tradisional
Tindakan yang ditentukan oleh cara bertindak aktor yang sudah terbiasa dan lazim dilakukan.
Ex : Saya melakukan ini karena saya selalu melakukannya.
Dari keempat tindakan itu, tentunya erat kaitannya dalam keseharian masyarakat hingga saat ini. Seperti tindakan tradisional misalnya, dimana kebiasan ini (tindakan) biasa kita lihat karena kebiasaan hidup masyarakat, salah satu contoh bisa kita ambil upacara adat atau kegiatan lainnya yang memang sudah biasa dilakukan oleh masyarakat.
Jika kita meliat dari tindakan afektif, pelaku/aktor/masyarakat seakan terpaksa melakukan sebuah tindakan, hal ini bisa dilaitkan mungkin dengan tidak adanya pilihan lain yang harus dilakukan atau adanya unsur tekanan dari pihak tertentu sehingga keterpaksaan pun dilakukan.
Sedangkan pada rasionalitas nilai dan rasionalitas sarana-tujuan, lebih menekankan kepada orientasi yang ada didalam masyarakat, mulai dari nilai hingga tujuan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.
Tipe-tipe Ketidaksetaraan
Weber tidak mau mereduksi stratifikasi menjadi sekadar faktor ekonomi (atau kelas, menurut pengertian Weber), melainkan melihatnya sebagai sesuatu yang bersifat multidimensional. Masyarakat terstratifikasi menurut basis ekonomi, status dan kekuasaan. (George Ritzer, 2004;138). Weber menolak konsep Marxis mengenai ketidaksetaraan kelas adalah hal yang terpenting. Baginya analisis komparatif dan historis membuktikan bahwa kelompok status yang mengandung prestis tertentu, danpartai (partai politik) yang memiliki pengaruh politik (partai penguasa) dapat menjadi sumber yang signifikan sebagai anggota kelas.
Dari beberapa kalimat diatas, ada 3 kata kunci yang sudah dipertebal yakni Kelas, Status dan Partai. Weber mempunyai pendapat mengenai 3 hal ini dan hubungannya dengan ketidaksetaraan. Seperti yang telah dituliskan diatas mengenai status dan partai yang dapat menjadi sumber yang signifikan sebagai anggota kelas. Dimana dari 2 hal tersebut bisa menjadi sumber yang paling utama dalam ketidaksetaraan.
sumber : http://filsafat.kompasiana.com/2010/07/19/sedikit-tentang-max-weber/
0 comments:
Post a Comment