Pada dasarnya, setiap organisasi sekolah mempunyai potensi munculnya konflik dikarenakan adanya perbedaan individu, organisasi dan lingkungan (Depdiknas, 2000:210). Senada dengan itu Wahyudi dan Akdon (2005:34) menyatakan konflik dapat terjadi dalam berbagai situasi kerja organisasi. Namun demikian, dalam kondisi-kondisi tertentu konflik tidak terasakan. Kondisi seperti ini menunjukkan adanya
stagnasi dalam tubuh organisasi. Jika kondisi “stagnan” ini tidak
dikelola maka konflik dapat meningkat menjadi siklus-siklus konflik
destruktif, seperti gambar berikut ini :
Dari gambar terlihat konflik yang tidak terkelola, akan terus bersiklus sehingga “mengganggu” roda organisasi. Hasil akhir pada setiap siklus konflik destruktif adalah “kalah-kalah” dan selanjutnya menjadi pemicu untuk menjadi konflik baru yang dimulai dengan perlawanan laten. Dan seterusnya akan berlanjut jika konflik tidak dikelola dengan benar. Karenanya untuk menhindari hasil yang destruktif ”kalah-kalah maka dibutuhkan pengelolaan konflik. Hasil dari suatu konflik yang terkelola terlihat pada gambar berikut :
Agar konflik laten dapat dikelola dibutuhkan stimulus agar konflik dapat dirasakan, sehingga dapat dikelola menjadi fungsional. Vliert dalam tulisan yang berjudul Escalative Intervention in Small-Group Conflicts (Robins, 2001:121), menyatakan manfaat menstimulasi konflik yakni:
1) Konflik dapat dijadikan alat yang efektif untuk melakukan perubahan “radikal” terhadap struktur kekuasaan yang ada, pola interaksi yang sudah berjalan, dan sikap yang sudah mengakar;
2) Konflik dapat mempermudah keterpaduan, dan efektifitas kelompok; dan
3) Konflik menimbulkan ketegangan yang sedikit lebih tinggi dan konstruktif.
Sedangkan dalam konteks persekolahan, dampak positif konflik dapat berupa : (1) memunculkan rasa ketidakpuasan yang selama ini tersembunyi sehingga organisasi sekolah dapat melakukan penyesuaian, (2) mendinamisasikan suatu organisasi sekolah, sehingga tidak berjalan sebagai suatu rutinitas dan statis (Depdiknas, 2000:207).
http://lp2m.web.id/dampak-konflik-organisasional/
Dari gambar terlihat konflik yang tidak terkelola, akan terus bersiklus sehingga “mengganggu” roda organisasi. Hasil akhir pada setiap siklus konflik destruktif adalah “kalah-kalah” dan selanjutnya menjadi pemicu untuk menjadi konflik baru yang dimulai dengan perlawanan laten. Dan seterusnya akan berlanjut jika konflik tidak dikelola dengan benar. Karenanya untuk menhindari hasil yang destruktif ”kalah-kalah maka dibutuhkan pengelolaan konflik. Hasil dari suatu konflik yang terkelola terlihat pada gambar berikut :
Agar konflik laten dapat dikelola dibutuhkan stimulus agar konflik dapat dirasakan, sehingga dapat dikelola menjadi fungsional. Vliert dalam tulisan yang berjudul Escalative Intervention in Small-Group Conflicts (Robins, 2001:121), menyatakan manfaat menstimulasi konflik yakni:
1) Konflik dapat dijadikan alat yang efektif untuk melakukan perubahan “radikal” terhadap struktur kekuasaan yang ada, pola interaksi yang sudah berjalan, dan sikap yang sudah mengakar;
2) Konflik dapat mempermudah keterpaduan, dan efektifitas kelompok; dan
3) Konflik menimbulkan ketegangan yang sedikit lebih tinggi dan konstruktif.
Sedangkan dalam konteks persekolahan, dampak positif konflik dapat berupa : (1) memunculkan rasa ketidakpuasan yang selama ini tersembunyi sehingga organisasi sekolah dapat melakukan penyesuaian, (2) mendinamisasikan suatu organisasi sekolah, sehingga tidak berjalan sebagai suatu rutinitas dan statis (Depdiknas, 2000:207).
http://lp2m.web.id/dampak-konflik-organisasional/
0 comments:
Post a Comment