Sunday, April 1, 2012

007. Binatang Tak Berkata



     Ketika melihat seekor binatang tak berkata, ada misteri yang hanya bisa ditangkap sepenuhnya oleh jiwa yang suci. Di keremajaan senja suatu hari yang indah, ketika pikiranku melayang, aku melewati ujung kota, berhenti di depan rumah yang tinggal puing-puing.

      Di tengah puing-puing itu, aku melihat seekor anjing berbaring di kubangan debu dan kotoran. Kulitnya penuh luka, tubuhnya yang lemah digerogoti penyakit. Sejak siang hingga matahari terbenam, mata kuyunya yang sangat memelas. Menyiratkan kekecewaan dan penderitaan.Aku berjalan pelan mendekatinya. Aku ingin sedikit mengetahui bahasa binatang, aku ingin berbincang-bincang dengannya. Tetapi ia justru menanggapinya lain, berusaha berdiri di atas kakinya yang lumpuh. Terjatuh! Kemudian ia menatapku marah, putus asa, dan tampaknya meminta pertolongan. Sorot mata seperti itu lebih jelas dari kata-kata manusia dan lebih menggerakan daripada air mata wanita. Inilah yang aku tangkap darinya, ia ingin mengatakan :

      Hai manusia, aku telah lama menderita karena perilakumu yang kejam dan aniaya. Aku lari dari kakimu yang kasar dan memilih tinggal disini karena debu dan abu lebih ksatria dari pada hati manusia, reruntuhan ini lebih membahagiakan dari pada jiwamu. Pergilah, kamu adalah pendatang dari dunia yang tak punya aturan dan rasa keadilan.

      Aku makhluk sengsara yang patuh dan tunduk kepada anak Adam. Aku menjadi teman setia makhluk sejenismu, aku menjaganya siang dan malam. Aku bersedih jika dia pergi, dan aku akan menyambut kedatangannya dengan suka cita. Aku kecewa jika tuanku hanya memberiku sampah, sebaliknya aku bersuk cita jika tulang-tulang berjatuhan dari sela-sela giginya. Namun ketika aku beranjak tua dan sakit-sakitan, dia menyingkirkanku dari rumahnya dan menyerahkannya pada anak-anak jalanan yang menderita.

      Oh anak Adam, aku melihat ada kesamaan antara diriku dan temanmu itu saat usia lanjut telah memakannya. Terdapat banyak tentara yang sewaktu mudanya mati-matian membela negara dan akhirnya bersanding dengan tanah. Akan tetapi sekarang hidupnya adalah musim dingin dan tenaga mereka tidak lagi berguna. Mereka ditolak.

      Aku juga melihat kesamaan antara kaumku dan seorang wanita yang selama hidupnya selalu menghibur laki-laki muda dengan cintanya, lalu menjadi seorang ibu yang menghabiskan waktunya untuk anak-anak mereka. Kemudian makin renta, sehingga ia dicampakkan dan disingkirkan. Betapa kejam kamu ini hai anak Adam.Sangat kasar!

Itulah ungkapan isi hati seekor anjing yang dapat aku mengerti.


Kahlil Gibran

0 comments:

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:

Post a Comment